Selasa, 17 Desember 2013

Jepang Naikkan Belanja Militer Saat Sengketa dengan China Memanas

  • Selasa, 17 Desember 2013 | 10:49 WIB
  • TOKYO, KOMPAS.COM — Jepang, Selasa (17/12/2013), mengatakan, negara itu bermaksud untuk meningkatkan belanja militer sebesar lima persen selama lima tahun ke depan. Jepang berencana untuk melakukan pembelian perangkat militer yang bertujuan memperkuat pertahanan hingga wilayah pelosok di tengah sengketa yang korosif dengan China.

    Kabinet berhaluan garis keras (hawkish) pimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe menyepakati anggaran 24,7 trilun yen (atau setara Rp 2,876 triliun) yang akan digunakan tahun 2014 hingga 2019. Anggaran sebesar itu termasuk untuk memberi sejumlah pesawat tanpa awak (drone), kapal selam, jet tempur, dan kendaraan amfibi.

    Daftar belanja tersebut merupakan bagian dari upaya Abe untuk menormalisasi militer di Jepang, yang secara resmi telah menjadi pasif sejak kekalahan dalam Perang Dunia II. Layanannya yang sangat profesional dan dilengkapi peralatan yang baik terbatas pada peran pertahanan diri yang didefinisikan secara sempit.

    Rencana itu muncul bersamaan dengan pembentukan Dewan Keamanan Nasional model AS yang diharapkan dapat memusatkan kekuatan yang lebih besar di tangan sejumlah kecil politisi dan birokrat senior.

    Kekhawatiran berkembang di Jepang terkait meningkatnya kekuatan China, sementara kedua negara terlibat dalam sengketa kedaulatan atas sekelompok pulau di Laut China Timur.

    Sejumlah pedoman pertahanan baru yang telah disetujui kabinet Jepang, Selasa, menyatakan bahwa Tokyo akan memperkenalkan sebuah "pasukan pertahanan gabungan yang dinamis", yang dimaksudkan untuk membantu pasukan udara, darat, dan laut bekerja sama lebih efektif dalam menghadapi bahaya. "China sedang mengambil sejumlah tindakan berbahaya yang dapat memicu kondisi dararut yang tak terduga," kata sejumlah pedoman itu.

Misi Penerbangan ke Mars Dipercepat

di kutip dari Plasamsn
Updated: Thu, 12 Dec 2013 11:20:08 GMT

Misi Penerbangan ke Mars Dipercepat

AMSTERDAM - Misi penerbangan satu kali jalan ke Mars mulai mendekati kenyataan. Berbagai rencana detil misi tersebut diungkapkan, dan data relawan pun dipaparkan.
Mars One, perusahaan yang mencanangkan misi tinggal di Mars telah mengumpulkan 200 ribu orang relawan yang bersedia untuk diterbangkan ke Mars tanpa kembali lagi ke Bumi. Dari 200 ribu orang tersebut nantinya bakal diseleksi menjadi 40 orang saja yang akan menjalankan misi. Relawan tersebut memiliki latar belakang profesi yang beragam, mulai dari sipir, ibu rumah tangga, hingga stand up komedian.
Misi penerbangan ke Mars ini pun dipercepat menjadi Januari 2018, dua tahun lebih cepat dari yang sudah direncanakan sebelumnya. Pesawat antariksa untuk mengantar dan mendaratkan para relawan ke Planet Merah itu pun sedang dirancang, mirip-mirip seperti pesawat antariksa buatan NASA pada 2007, yakni Phoenix Lander. Pembuatan pesawat antariksa tersebut menelan biaya sebesar USD250 ribu atau sekira Rp3 milar per pesawat.
Sebagaimana dilansir dari Daily Mail, Kamis (12/12/2013), formulir dari para relawan pun diungkapkan ke publik yang menerangkan alasan mereka ingin terbang ke Mars. Mayoritas dari para pendaftar berasal dari Amerika Serikat, yang kemudian disusul oleh India dan China.
Seorang relawan dari Australia, Josh Richards, mengatakan jika terpilih ia akan membawa serta okulele kesayangannya. "Jika saya benar-benar bisa terbang ke Mars, saya akan membawa alat musik okulele saya yang bernama Amanda. Dia telah ikut dengan saya keliling dunia, dan selalu membuat saya semangat," kata Richards.
Lain hal dengan yang diinginkan oleh Erica Meszaros, kandidat astronot dari Amerika Serikat. Ia mengatakan, "Saya ingin melihat matahari terbit di batas cakrawala yang tepat, di langit yang benar-benar terlihat tanpa ada halangan. Saya pikir itu sungguh sangat berharga."
Dari 200 ribu orang yang sudah mendaftar sebagai astronot di misi ini, namun perusahaan asal Belanda memberikan beberapa persyaratan untuk 40 orang terpilih yang terbang ke Mars.
Syarat-syaratnya antara lain minimal 18 tahun, memiliki tujuan yang jelas dan sesuai dengan misi, memiliki keinginan untuk membangun dan mengembangkan kesehatan, memiliki kapasitas untuk merefleksikan diri dan kepercayaan yang tinggi. Tambahan lagi mereka juga harus bisa beradaptasi dengan cepat, sabar, selalu ingin tahu, kreatif, dan pandai.

DPR Dukung Penghapusan Sistem "Outsourcing" BUMN

dikutip : Plasamsn Mon, 16 Dec 2013 17:32:17 GMT

DPR Dukung Penghapusan Sistem "Outsourcing" BUMN

Jakarta (Antara) - Wakil Ketua DPR Pramono Anung mendukung penghapusan sistem "outsourcing" di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan mengangkat para pekerja kontrak menjadi karyawan tetap sesuai perundang-undangan yang berlaku. 

"Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan mewajibkan BUMN mempunyai karyawan tetap. Maka, karyawan yang sudah mencukupi untuk ditetapkan menjadi karyawan tetap dari pada merekrut karyawan baru," kata Pramono Anung usai bertemu Gerakan Bersama Buruh (GEBER) BUMN di Gedung DPR, Jakarta, Senin. 

Pramono berempati kepada pegawai BUMN yang dikontrak dalam bentuk "outsourcing". 

Dia menilai ada yang salah dalam rekrutmen pegawai BUMN dengan melihat jumlah karyawan BUMN "outsourcing" sebanyak dua jutaorang. 

"Maka hari ini ketika kami menerima teman -teman dari Geber BUMN dan ini nanti akan kita teruskan dalam Bamus (Badan Musyawarah) dan paripurna terdekat supaya ini menjadi sikap resmi dewan terhadap persoalan outsourcing karyawan BUMN," ujarnya. 

Dalam pertemuan itu, Koordinator Geber BUMN Ais meminta pimpinan DPR mendorong agar sistem "outsourcing" di BUMN dihapuskan. 

Selain itu dia menilai rekomendasi Panja "Outsourcing" BUMN belum dijalankan padahal poinnya sudah jelas. 

"Saat ini masih ada 416 pegawai PLN di Bekasi di PHK, seribu karyawan Jamsostek di PHK. Fakta-fakta itu yang harus direspon pemerintah," ujarnya. 

Ais juga meminta DPR menyurati Presiden SBY untuk mengeluarkan instruksi agar pekerja "outsourcing" BUMN diangkat menjadi pegawai tetap. Dia juga menilai perusahaan BUMN banyak melanggar ketentuan perundang-undangan sehingga perlu diperingatkan.